Hari ini aku ingin bercerita...
tentang dilema sebagai mahasiswa kedokteran. Aku sih tidak peduli dengan apapun pendapat orang lain di kampusku jika mereka membaca blog ku.
AKU BENCI KAMPUSKU.
TIDAK ADA YG BISA DIBANGGAKAN DARI KAMPUSKU SAAT INI.
Ingin sekali aku menjadi bagian dari almamaterku dan memberikan kontribusi yang besar untuk kampus. Sayangnya, yang aku tahu kampusku itu bejat, kampus yang hanya memikirkan materi tanpa memikirkan kualitas moral mahasiswanya.
Dari mulai pendaftaran masuk menjadi mahasiswa baru di Fakultas Kedokteran kampusku hingga perjalanan kuliah sampai selesai. Tak satupun dari bagian itu yang lepas dari kecurangan, nepotisme, kejahatan dosen dan mahasiswa dalam manipulsi nilai. Iyaaa.... semua yang ada di kampusku adalah gambaran manipulasi kehidupan yang paling sempurna.
Ceritanya begini...
Kesejahteraan dosen dan mahasiswa di kampusku itu tidak sepenuhnya patut diacungi jempol. Biasa saja sih fasilitasnya. Cuma menurut beberapa dosen, gaji mereka itu kecil, tidak sebanding pula dengan gaji pegawai negeri. Padahal kan biasanya kalau kerja di swasta itu gajinya lebih besar. Selain itu, kuantitas pekerjaan yang dibebankan kepada dosen itu juga besar dan sangat banyak.
Bicara tentang fasilitas untuk mahasiswa, lambat laun sih makin diperbaiki dan ditambah jumlahnya. Dulu kuliah di ruangan yang sempit dan hanya AC sebanyak dua buah yang dibagi dengan 150 mahasiswa per kelas. Luar biasaaaa.... panas bukan? Sebenarnya AC yg terpasang itu empat buah tapi yang bisa digunakan hanya dua. Berkali2 dosen dan komting (alias ketua kelas) mengajukan komplain. Tapi para dosen bilang bahwa komplain atas rusaknya fasilitas di kampus itu hanya akan masuk telinga kiri dan keliar telinga kanan. Percuma dan takkan alias sulit dilaksanakan.
Kampus yang memprihatinkan.
Kampusku adalah perguruan tinggi swasta yang berada di satu naungan yayasan. Menurut sejarahnya, kampusku didirikan oleh petinggi Golkar. Maka dari itu jas almamaterku berwarna kuning muda. Bukan kuning seperti Universitas Indonesia loh yaaa....
Satu tahun pertama kuliahku, aku masuk menjadi anggota sebuah unit kegiatan mahasiswa yang bergerak di bidang jurnalistik. Aku belajar menjadi wartawan dan bagaimana menjadi orang yang kritis. Meskipun aku mahasiswa kedokteran, tapi aku tertarik di dunia jurnalistik. Wartawan itu adalah agen pengawas di semua sektor, baik pemerintahan maupun masyarakat. Mulai dari badan eksekutif sampai lapisan masyarakat paling bawah sekalipun. Menurutku... itu layak untuk ku pelajari.
Sejak itulah aku mengenal dunia kampusku sesungguhnya. Korupsi yang dilakukan Badan Eksekutif Mahasiswa baik di tingkat universitas maupun fakultas, kemudian korupsi yang dilakukan tiap unit kegiatan mahasiswa, dilakukan rapi karena berdalih itu adalah hak mahasiswa. Korupsi juga dilakukan oleh pejabat2 dekanat yang pernah dibongkar oleh beberapa aktivisnya di tiap fakultas. Parahnya pula yayasan kampusku adalah pusat koruptor yang selalu mudah berkelit ketika dimintai pertanggungjawaban seputar fasilitas dan dana2 yang pernah dikeluarkan oleh mahasiswa.
Kampusku adalah gambaran sempurna tentang berjalannya korupsi dari tingkat paling bawah yaitu mahasiswa sampai tingkat eksekutif yakni yayasan. Bilang wow yaaaa?
Masih banyak cerita tentang MAFIA KAMPUS yang akan kuceritakan di blog ku ini.
Sementara cukup sekian dulu.
tentang dilema sebagai mahasiswa kedokteran. Aku sih tidak peduli dengan apapun pendapat orang lain di kampusku jika mereka membaca blog ku.
AKU BENCI KAMPUSKU.
TIDAK ADA YG BISA DIBANGGAKAN DARI KAMPUSKU SAAT INI.
Ingin sekali aku menjadi bagian dari almamaterku dan memberikan kontribusi yang besar untuk kampus. Sayangnya, yang aku tahu kampusku itu bejat, kampus yang hanya memikirkan materi tanpa memikirkan kualitas moral mahasiswanya.
Dari mulai pendaftaran masuk menjadi mahasiswa baru di Fakultas Kedokteran kampusku hingga perjalanan kuliah sampai selesai. Tak satupun dari bagian itu yang lepas dari kecurangan, nepotisme, kejahatan dosen dan mahasiswa dalam manipulsi nilai. Iyaaa.... semua yang ada di kampusku adalah gambaran manipulasi kehidupan yang paling sempurna.
Ceritanya begini...
Kesejahteraan dosen dan mahasiswa di kampusku itu tidak sepenuhnya patut diacungi jempol. Biasa saja sih fasilitasnya. Cuma menurut beberapa dosen, gaji mereka itu kecil, tidak sebanding pula dengan gaji pegawai negeri. Padahal kan biasanya kalau kerja di swasta itu gajinya lebih besar. Selain itu, kuantitas pekerjaan yang dibebankan kepada dosen itu juga besar dan sangat banyak.
Bicara tentang fasilitas untuk mahasiswa, lambat laun sih makin diperbaiki dan ditambah jumlahnya. Dulu kuliah di ruangan yang sempit dan hanya AC sebanyak dua buah yang dibagi dengan 150 mahasiswa per kelas. Luar biasaaaa.... panas bukan? Sebenarnya AC yg terpasang itu empat buah tapi yang bisa digunakan hanya dua. Berkali2 dosen dan komting (alias ketua kelas) mengajukan komplain. Tapi para dosen bilang bahwa komplain atas rusaknya fasilitas di kampus itu hanya akan masuk telinga kiri dan keliar telinga kanan. Percuma dan takkan alias sulit dilaksanakan.
Kampus yang memprihatinkan.
Kampusku adalah perguruan tinggi swasta yang berada di satu naungan yayasan. Menurut sejarahnya, kampusku didirikan oleh petinggi Golkar. Maka dari itu jas almamaterku berwarna kuning muda. Bukan kuning seperti Universitas Indonesia loh yaaa....
Satu tahun pertama kuliahku, aku masuk menjadi anggota sebuah unit kegiatan mahasiswa yang bergerak di bidang jurnalistik. Aku belajar menjadi wartawan dan bagaimana menjadi orang yang kritis. Meskipun aku mahasiswa kedokteran, tapi aku tertarik di dunia jurnalistik. Wartawan itu adalah agen pengawas di semua sektor, baik pemerintahan maupun masyarakat. Mulai dari badan eksekutif sampai lapisan masyarakat paling bawah sekalipun. Menurutku... itu layak untuk ku pelajari.
Sejak itulah aku mengenal dunia kampusku sesungguhnya. Korupsi yang dilakukan Badan Eksekutif Mahasiswa baik di tingkat universitas maupun fakultas, kemudian korupsi yang dilakukan tiap unit kegiatan mahasiswa, dilakukan rapi karena berdalih itu adalah hak mahasiswa. Korupsi juga dilakukan oleh pejabat2 dekanat yang pernah dibongkar oleh beberapa aktivisnya di tiap fakultas. Parahnya pula yayasan kampusku adalah pusat koruptor yang selalu mudah berkelit ketika dimintai pertanggungjawaban seputar fasilitas dan dana2 yang pernah dikeluarkan oleh mahasiswa.
Kampusku adalah gambaran sempurna tentang berjalannya korupsi dari tingkat paling bawah yaitu mahasiswa sampai tingkat eksekutif yakni yayasan. Bilang wow yaaaa?
Masih banyak cerita tentang MAFIA KAMPUS yang akan kuceritakan di blog ku ini.
Sementara cukup sekian dulu.